Sepenggal Kisah Mencapai Puncak Bromo
Pagi ini aku beranjak bangun dari tempat tidur kemudian aku
pergi ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka. Hangatnya sinar mentari mulai
menyambutku pagi ini. Kemudian aku memutuskan untuk kembali ke kamar dan
menghabiskan segelas air putih sambil memulai obrolan singkat dengan
teman-teman sekamar ku. Yap, aku tinggal di sebuah asrama bersama teman-teman
ku. Kami akan menghabiskan masa SMA selama 3 tahun bersama-sama dalam satu
gedung asrama. Dan tak pernah ku bayangkan sebelumnya betapa menakjubkannya
hidupku untuk berbagi hal-hal menyenangkan bersama mereka. Tinggal bersama-sama
berarti aku harus siap menerima resiko untuk menjadi pribadi yang terbuka.
Pagi ini, project besar dalam hidup ku dan teman-temanku sedang direncanakan.
Sebut saja kami adalah sahabat. Aku, Vian, Dinda, Bilqis, dan Hani sedang
merencanakan sesuatu hal yang luar biasa. Kami ingin melakukan suatu rutinitas
yang bersifat out of the box. Artinya
kami ingin melakukan suatu aktivitas diluar rutinitas kami biasanya. Kami
berencana akan melakukan sebuah perjalanan. Dan pada akhirnya hasil musyawarah
yang kami lakukan pagi ini berujung pada suatu tempat yang sangat tinggi. We’ll have a trip to Bromo :D
Setelah kami deal dengan kesepakatan tersebut, kami segera menyiapkan apa saja
yang harus kami bawa. Semua barang yang akan dibawa kami list di selembar kertas. Karena kami akan berangkat pada malam
hari, kami juga harus mempersiapkan surat izin keluar yang ditanda tangani oleh
pengasuh kamar. Ini bertujuan agar kami bisa lolos dari satpam sekolah.
Celana Gear, kamera DSLR, sandal gunung, tas ransel, jaket, dan beberapa snack ringan pun sudah siap masuk ke
damam ransel. Tepat pukul 9 malam, kami meninggalkan asrama dan langsung on the way ke tempat persewaan Jeep dengan menggunakan Taxi. Tak lupa kami mampir ke Indomaret
untuk membeli Chacha dan Nescafe, sekedar sebagai teman dalam
perjalanan malam kami. Suasana malam itu cukup menyenangkan karena ditemani
dengan obrolan-obrolan yang hangat. Akhirnya kami memasuki daerah Tumpang.
Jam menunjukkan pukul 11.45 pm. Kami
berhenti di depan sebuah pombensin di salah satu daerah Tumpang. Disana kami
harus berganti kendaraan Jeep. Ini
adalah sebuah perjalanan pertama kami yang hebat. Dimana kami semua adalah
perempuan-perempuan yang nekat melakukan perjalanan malam demi menyapa sunrise dari balik gunung Bromo. Mungkin
seharusnya kami bisa pergi saat siang hari. Namun kami sungguh-sungguh ingin
menikmati hangatnya sunrise esok pagi. Tak ingin membuang-buang waktu, akhirnya
kami segera naik ke dalam Jeep untuk
melanjutkan perjalanan.
Hampir satu jam berada di dalam Jeep membuat kami mulai mengantuk, namun
beberapa menit kemudian kami mulai memasuki zona offroad dimana ini merupakan zona yang cukup menantang bagi kami
semua. Debu-debu pasir mulai menutupi pandangan kami keluar jendela. Batu-batu
besar dan jalan yang tidak rata membuat Jeep
yang kami tumpangi oleng ke kanan dan ke kiri. Namun inilah perjalanan yang
sesungguhnya bagi kami. Perjalanan luar biasa yang mengguncang semangat jiwa
muda kami.
Kami memutuskan berhenti di Rest Area untuk urusan kamar mandi.
Setelah itu kami mancari spot untuk
berfoto bersama. Dinginnya hawa pegunungan mulai kami rasakan. Kami masuk ke
dalam sebuah warung kecil untuk menghangatkan diri sambil menikmati secangkir
kopi panas. Setelah itu kami kembali pada niat awal yaitu menikmati sunrise Bromo. Kami kembali masuk ke
dalam Jeep dan melanjutkan
perjalanan.
Pukul 02.00 malam, kami mulai
tertidur di dalam Jeep. Vian pun membuka bungkusan chacha dan memberikan pada teman-teman yang lain. Kami pun bangun
dan menikmati chacha bersama-sama.
Warna-warni chacaha menyatukan kami
yang berbeda-beda saat sedang berkumpul bersama. Setiap warna yang kami miliki
membuat kami memiliki kisah hidup yang berbeda, dan asyiknya chacha ada saat kami sedang bertukar
cerita.
Asyiknya obrolan kami membuat
kami tidak sadar akan waktu yang berjalan cepat. Jam tangan yang dikenakan Vian
menunjukkan pukul 04.45. Sekitar setengah jam lagi kami akan tiba di Penanjakan
Bromo. Pukul 05.20 kami pun akhirnya tiba di Penanjakan Bromo. Nafas kami pun
terasa dingin sekali. Sesekali Dinda mencoba berbicara pada ku dan nafasnya pun
mengeluarkan asap putih yang lembut. Pemandangan Bromo kali ini tampak dingin
dan sejuk. Membuat kami semua semakin cinta terhadap tanah air ini.
Kami pun mencoba melebur untuk
berkumpul bersama para pendaki lainnya. Kami yang sama-sama ingin menikmati
indahnya sunrise dari balik gunung Bromo ini berkumpul dan mata kami melihat
mega merah mulai menyelimuti langit Bromo. Namun sang surya belum juga muncul.
Kami pun tetap dengan sabar menunggu sang surya.
Sepuluh menit kemudian cahaya
mega yang merah mulai bercampur dengan cahaya kuning keemasan. Dengan wajah
yang tersenyum, kami dan para pendaki bersiap menyapa sang surya. Kamera DSLR
yang menggantung dileher kami mulai bergerak fokus terhadap sebuah lingkaran
kuning yang hangat. Yap, sang surya mulai menyapa kami dan para pendaki yang lain.
Kami semua mulai merasakan hangatnya sinar mentari pagi itu walaupun dinginnya
Bromo tetap mendominasi suhu permukaan kulit kami. Perasaan bahagia ini menyatu
dengan senyum ikhlas kami. Perjuangan menanjaki gunung Bromo ini terbayar sudah
dengan indahnya lukisan Sang Kuasa. Kami semakin merasa betapa luar biasanya
alam bangsa Indonesia ini.
Tidak puas dengan indahnya sunrise, kami pun mencoba menjelajahi
savana yang hijau. Hijaunya savana mengingatkan kami pada sebuah film
“Telettubies” saat kecil dulu. Betapa luar biasa luasnya savana Bromo ini.
Berkali-kali kami mengucap syukur atas semua ciptaan-Nya. Kami pun segera
mengambil spot menarik untuk berfoto.
Hijaunya savana membuat kami ingin berbaring terlentang menikmati indahnya
langit yang sangat biru. Ini seperti berada di dunia dongeng. Namun kami sadar
ini adalah sebuah kehidupan nyata yang sangat menakjubkan.
Kami pun melanjutkan perjalanan
menuju kawah Bromo. Rasanya tidak lengkap perjalanan kami sebelum berkunjung ke
sana. Kurang lebih 45 menit dalam perjalanan Jeep, kami sudah sampai di sekitar
kawah Bromo. Namun kami harus menanjak sendiri untuk mendapatkan view Kawah Bromo dari dekat.
Tangga menuju kawah Bromo pun
ternyata padat sekali. Banyak turis lokal dan mancanegara yang ingin melihat
Kawah Bromo. Tidak ada wajah lelah satu pun dari mereka yang kami temui. Mereka
semua penuh senyum dan canda tawa bersama teman-teman atau kerabat-kerabat
mereka. Akhirnya kami pun memutuskan untuk tidak naik lewat tangga. Kami
memutuskan menanjak manual melewati curamnya tanjakan pasir kawah Bromo.
Perasaan dag dig dug berdebar kencang di dalam dada kami. Kami takut jikalau
kami terpeleset karena licin dan curamnya tanjakan ini. Dengan hati-hati, kami
naik satu per satu. Dan alhasil, kami berhasil sampai di atas dengan selamat.
Inilah kawah Bromo. Kami berhasil berdiri disini. Dikeliilingi gunung-gunung
lain yang menyeruak tegas. Kami merasakan arti mengagumi bangsa Indonesia yang
sebenarnya. “Aku mencintaimu Indonesia !” teriakku dengan lantang.
Awesome Guysss !!!
No comments:
Post a Comment